Ikhwanul Muslimin dan Kiprahnya dalam Pembebasan Palestina

Islamedia -  Timur Tengah kembali bergejolak. Empat negara Timur Tengah : Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain dan Mesir memboikot dan memutuskan diplomastik dengan Qatar. Berbagai analisis penyebab pergolakan itu bermunculan dari para pakar. Namun, isu yang paling santer terdengar adalah soal dukungan Qatar terhadap Hamas dan  Ikhwanul Muslimin. Dua gerakan yang telah dilabeli sebagai organisasi teroris

Gejolak seperti ini sebenarnya bukanlah kali pertama terjadi. Pada 2014, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Bahrain memanggil pulang duta besar mereka dari Qatar. Alasannya pun sama dengan pergolakan yang terjadi saat ini, yaitu tudingan bahwa Qatar mendukung Presiden Mesir terguling, Muhammad Mursi, dan Ikhwanul Muslimin.

Inti dari gejolak di Timur Tengah yang terlihat adalah masalah Ikhwanul Muslimin. Jika kita mendengar kata Ikhwanul Muslimin di Palestina pasti akan terlintas Hamas. Memang, Ikhwanul Muslimin berperan besar dalam perjuangan rakyat Palestina melawan penjajah Israel dalam 30 tahun terakhir ini. Bisa kita katakan Ikhwanul Muslimin itu Hamas, Hamas itu adalah Ikhwanul Muslimin di Palestina. Dalam makalah ini kita akan bahas bersama kiprah IM di Palestina dalam dua fase. Yaitu fase perjuangan IM sebelum lahirnya Hamas dan fase perjuangan setelah Hamas lahir bersamaan dengan pecahnya Intifadhah pertama.

Sebenarnya, seberapa besar peran Ikhwanul Muslimin di Palestina? Bagaimanakah perjalanan perjuangan Ikhwanul Muslimin di Palestina? Mari kita simak bersama sekilas dari berdirinya Ikhwanul Muslimin hingga pengaruhnya dalam konstelasi politik Mesir pada fase pertama ini. Karena pada akhirnya kekuatan Ikhwanul Muslimin di Mesir inilah yang banyak memberikan andil perjuangan melawan Zionis di Palestina.

Sekilas Mengenal Ikhwanul Muslimin

Ikhwanul Muslimin didirikan oleh Syaikh Hasan Al-Banna bersama keenam tokoh lainnya, yaitu Hafiz Abdul Hamid, Ahmad al-Khusairi, Fuad Ibrahim, Abdurrahman Hasbullah, Ismail Izz dan Zaki al-Maghribi di kota Ismailliyah, Mesir pada tahun 1928. Slogan dan tujuan pergerakannya adalah mengembalikan khilafah Islamiyah. Program dan metode  pergerakannya diringkas oleh Hasan Al-Banna dalam ucapan  dan semboyan.


الله غايتنا – الرسول قدوتنا – القرآن دستورنا –  الجهاد سبيلنا – والموت في سبيل الله أسمى أمانينا

“Allah tujuan kami, Rasul teladan kami, Al-Qur’an pedoman kami, jihad jalan kami, mati di jalan Allah adalah cita-cita tertinggi kami.”

Dalam perkembangannya, IM begitu cepat merambah ke hampir semua pelosok kota dan desa serta menjadi kelompok terbesar di negara tersebut dan sekitarnya. Dalam waktu singkat, IM juga menyebar di negeri Syam. Sejumlah jam’iyyah dan harakah (pergerakan) Islam bergabung dengan IM. Mereka juga mampu merekrut para kader dan tokoh sehingga organisasi ini berkembang pesat dengan basis massa mencapai puluhan ribu orang.

Dari sini, IM menyebar luas ke berbagai negeri Arab dan Islam lainnya sehingga muncul berbagai kelompok, baik dengan nama yang sama maupun memakai nama lokal. Mereka semua bergerak dari dasar yang satu dan berdiri di atas fondasi yang sama.

Seiring perjalanan waktu, IM memiliki banyak ulama, karya tulis, dan koleksi buku. Mereka bersandar pada manhaj yang spesifik, yang terus berkembang sejalan dengan waktu. Mereka juga melakukan tarbiyah (kaderisasi) dan berdakwah berdasarkan manhaj tersebut.

Seperti yang telah dibahas di awal bahwa IM adalah organisasi induk (al-jama’ah al-umm) bagi mayoritas al-harakah alushuliyyah as-siyasiyyah (gerakan fundamentalisme politik) bahkan bagi banyak kelompok jihadi di negeri-negeri Arab dan Islam. IM telah melahirkan berbagai pergerakan dengan nama lain. Berbagai organisasi kepemudaan pun mengusung pemikiran mereka dan menamakan diri dengan nama-nama lokal. Meski demikian, semua kelompok itu lahir dari jubah yang sama.

Pengaruh Ikhwanul Muslimin dalam Konstelasi Politik Mesir

Telah penulis jelaskan di atas bahwa IM sebagai gerakan keagamaan diterima baik tak hanya oleh masyarakat Mesir, juga penduduk dunia. Hal itu tidak berlebihan karena dibuktikan dengan berbagai organisasi lain di luar daerah yang menginduk atau terinspirasi oleh IM.

Cita-cita IM untuk mengembalikan supremasi Islam mendapatkan sambutan hangat dari kaum muslimin. Maka dari itu, dukungan rakyat Mesir kepada IM begitu luar biasa sebab sebagian besar rakyat Mesir adalah umat Islam. Sedangkan Islam sendiri memiliki peran besar dalam politik luar negeri termasuk keterlibatan pergerakan Islam dan ulama dalam memberikan legitimasi dalam politik.

Dengan berkembangnya Islam di Mesir sekaligus dukungan kuat rakyat yang notabene muslim kepada IM membuat para pembuat kebijakan menyesuaikan demi terciptanya akuntabilitas yang sesuai dengan parameter hasil dari perubahan sosial.

Termasuk yang terpenting dukungan massa umat Islam yang dominan dan besar. Hal ini membuat IM menjadi kelompok berpengaruh pada politik luar negeri Mesir. Pengaruh ini berkaitan dengan konstitusi, kondisi domestik, dinamika politik, dan tentunya faktor kepemimpinan.

Sebagai gerakan yang memiliki kekuatan massa yang massif IM bertransformasi menjadi sebuah kekuatan politik tidak resmi yang berada dalam pemerintahan namun berpengaruh dalam politik Mesir. Sebagai gerakan keagamaan IM sangat memperhatikan politik Mesir yang dekat dengan negara-negara Barat. Hal inilah yang kemudian menginisiasi IM untuk memfokuskan politik Mesir kedalam tiga formulasi negara Islam.

Pertama adalah implementasi Islam sebagai sistem total bagi negara, negara bersatu dengan ajaran Islam sepenuhnya dan juga menggunakan segala aspek kehidupan sesuai dengan syariat Islam. Ini adalah cita-cita pertama yang dicetuskan oleh Hasan Al-Banna. IM juga lahir karena ingin mengembalikan kejayaan Islam setelah runtuhnya kekhalifahan di Turki.

Kedua, implementasi Al Qur’an dan Sunnah atau Hadist Rasulullah SAW sebagai landasan hukum dan landasan idiil yang pemanen dan komperehensif.

Ketiga, IM yakin bahwa Islam berlaku di setiap waktu dan segala tempat. Sehingga IM masih memercayai bahwa Islam adalah solusi dari segala permasalahan dan masih bisa digunakan hingga akhir zaman.

Contoh campur tangan IM yang paling kentara dalam politik luar negeri Mesir adalah soal dukungan Mesir  untuk kemerdekaan Indonesia. Mesir menjadi negera pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia secara de facto. Dukungan resmi ini muncul setelah adanya desakan IM pada saat itu. Atas desakan itulah akhirnya Mesir berani mengakui kemerdekaan Indonesia. Kemudian soal Palestina, dinamika politik di Palestina telah didominasi oleh satu aktor selama 30 tahun terakhir, yakni Ikhwanul Muslimin.


Ikhwanul Muslimin dan Palestina

Apa hubungannya dengan konflik Israel-Palestina? Nah, inilah alasan mengapa IM berperan aktif dalam konflik yang berkepanjangan ini. Palestina adalah wilayah okupasi Inggris. Inggris berperan aktif dalam pembentukan negara Zionis-Yahudi di Palestina. Kerangka pemikiran ini kemudian membentuk suatu ideologi bahwa pendirian negara Israel adalah kesalahan dan pelanggaran, dan IM harus ada di barisan terdepan untuk melawan pengingkaran ini.

IM melihat bahwa Israel hanya sebagai alat negara Barat untuk menghancurkan Islam. Prinsip saling menguntungkan dan kerja sama antara musuh Islam ini sudah tertera dalam ayat Al-Quran bahwa Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah ridha dengan umat Islam sampai mereka mengikuti millahnya.

وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka…”  (QS.Al-Baaqarah :120).

Maka dari itu, dalam konflik ini sangat terlihat bahwa kedua umat ini bersimbiosis untuk menghancurkan Islam. Yahudi diuntungkan dengan ambisi mereka untuk mendapatkan tanah Palestina dan tanah-tanah yang mereka klaim sebagai imperium Asy-Syriria sebagaimana tercantum dalam Taurat. Sedangkan kaum Nasrani, yaitu Barat diuntungkan dengan tercerai berainya umat Islam sehingga kedigdayaan tetap di tangan mereka baik dalam hal militer, penguasaan wilayah dan perekonomian.

Sekali lagi, karena itulah IM berperan aktif dalam permasalahan Palestina ini. Ikhwanul Muslimin pertama kali mendirikan perwakilannya di Jerusalem pada 1935. Hasan Al-Banna langsung mengirimkan saudara laki-lakinya Abd Al Rahman Al Banna untuk membangun jaringan dan sel-sel Ikhwanul Muslimin di Palestina pada tahun itu. Dari perjalanan Abd Al Rahman Al Banna ini, Hassan Al-Banna mampu mendirikan perwakilan organisasinya di Jerusalem dan menyebar hingga ke kota-kota penting di Palestina. Keanggotaan IM di Palestina mencapai 12.000 hingga 20000 orang.

Telah kita bahas di awal  bahwa Yahudi sejak 12 Juni 1895  sudah mempunyai program pengusiran penduduk Arab-Palestina. Dua sasaran bersifat komplementer dan mutlak yang mereka canangkan adalah mendapatkan sebuah tanah air dan menggantikan penduduk mayoritas Arab-Palestina baik dengan cara tidak mengakui hak-hak mereka, mengatasi jumlah mereka atau mengusir mereka dengan cara apapun.

Dapat disimpulkan bahwa dua sasaran itu sejak dicanangkan gagasan Zionisme oleh Theodore Herzl terus berjalan hingga diproklamasikan negara Israel pada 14 Mei 1948 oleh David Ben Gurion. Bahkan hal itu tetap berjalan hingga detik ini. Perang Arab-Israel pecah ketika terbentuk negara Israel. IM yang telah mempunyai basis di Palestina mempunyai peran penting. Awal 1950-an IM Palestina mengorganisasi aksi-aksi gerilya mewakili Mesir dalam melawan Israel. Walaupun mereka berseberangan dengan pemerintah Mesir saat itu, IM tetap bersikukuh andil dalam militer Mesir melawan Israel.

Perlu kita ketahui bahwa pada masa pemerintahan Gamal Abdul Nasser, IM diberangus pada 1954. Padahal pada tahun-tahun sebelumnya IM dan Gamal Abdul Nasser mempunyai hubungan baik. IM bekerja sama dengan elemen Free Officers (Nasser termasuk di dalamnya) untuk melakukan revolusi Mesir pada 1952. Bahkan dalam perang Palestina, hubungan antara Al-Ikhwan Al-Muslimun dengan Free Officer (FO) berkaitan dengan suplai persenjataan dan pelatihan militer untuk para sukarelawan.

Pertanyaan yang sering diajukan adalah mengapa IM mau bergabung dengan FO untuk melakukan revolusi? Dr. Muhammad Sayid Al Wakil menganalisa enam faktor yang menyebabkan IM mendukung revolusi ini, yaitu : Pertama, Raja Farouk mengangkat administratur kolonial Inggris dalam pemerintahan Mesir. Kedua, membekali pasukan mujahidin Mesir untuk Palestina dengan senjata yang rusak. Ketiga, Mengadakan perjanjian damai dengan Israel dan menarik mundur pasukan Mesir dari Palestina. Keempat, selama masa pemerintahannya menyebarkan pengaruh negatif kebudayaan Barat dan kerusakan moral. Kelima, Raja Farouk terlibat dalam skandal-skandal seks dan moralitas. Keenam, dianggap terlibat dan bertanggungjawab pada peristiwa pembunuhan pendiri IM, Hasan Al-Banna.

Alasan yang paling kuat hingga mendorong IM ikut andil dalam revolusi adalah Kekuasaan monarki absolut Raja Farouk hanya menjadi pemerintahan boneka yang selalu melindungi kekuasaan kolonial Inggris yang telah lama berada di Mesir. Raja Farouk tidak bisa bersikap tegas pada pendudukan asing pasukan Inggris yang masih bercokol di Zona Terusan Suez.

Selama hubungan baik antara IM dan FO, perjuangan di Palestina begitu lancar dalam segala hal baik logistik maupun persenjataan. Namun, FO yang akhirnya bertransformasi menjadi Dewan Revolusi untuk memerintah Mesir merasa bahwa IM akan menjadi faktor ancaman yang berpeluang menjadi oposisi politik.

Pada titik inilah hubungan Ikhwan dengan Dewan Militer akhirnya memburuk. Apa yang terjadi selanjutnya adalah tekanan dari pihak militer dan berujung kepada pemberangusan gerakan IM oleh rezim militer. Dewan Revolusi yang saat itu dipimpin oleh Gamal Abdul Nasser menghancurkan IM sampai tingkat yang tidak terbayangkan.

Di sini kita tidak akan membahas lebih jauh bagaimana pengkhianatan rezim militer Mesir dalam menumpas IM. Yang patut digarisbawahi adalah walaupun IM telah dilarang di Mesir, para anggota IM tetap bisa bergerak walaupun di bawah tanah. Selama Mesir berada di bawah pemerintahan militer, perjuangan Ikhwanul Muslimin terhadap Palestina tidak pernah surut. Namun perjuangan tersebut tetap memiliki kendala dalam soal gerakan yang tidak begitu bebas.

Selain dalam hal militer, IM juga gencar membuka kerjasama dengan negara lainnya terutama Yordania. Hal ini dilakukan untuk mempermudah penguasaan Tepi Barat tanpa ada konflik dan pertumpahan darah dengan tujuan memberikan eksistensi pada usaha pembentukan negara Palestina. Pada akhirnya  aktivitas Ikhwanul Muslimin di Tepi Barat tidak mengedepankan politik melainkan lebih kepada aktivitas sosial dan religius.

Pada 1948 wilayah Palestina sebagian besar hilang dan digantinya teritori Palestina di bawah Yordania dan Mesir telah meningkatkan pengaruh IM di Palestina, membentuk perkembangannya dan menghubungkannya dengan dunia Arab.

Di Tepi Barat, IM yang ada di sana bergabung dengan komunitas IM yang ada di Yordania secara keseluruhan. Kenyataan menunjukkan bahwa antara tahun 1948 dan 1967, IM adalah satu-satunya organisasi politik yang tetap bertahan di Tepi Barat. Walaupun gerakan IM yang berkembang di Tepi Barat kurang memiliki tradisi militan yang kuat. Sementara itu, IM yang ada di Gaza lebih militan, mereka menghadapi kenyataan yang berbeda dengan saudaranya di Tepi Barat.

Beberapa tahun berikutnya, IM telah menjadi pergerakan politik yang paling terkenal di Gaza. Jumlah anggotanya ribuan, sebagian besar mereka berprofesi sebagai mahasiswa dari kamp-kamp pengungsian. Sebagaimana ciri khas IM pada umumnya, di Gaza mereka menunjukkan tindakan politik konfrontasi dan tindakan bersenjata dengan pemerintah yang tidak islami.

Memasuki tahun 1950-an, IM keluar dari panggung politik dan lebih fokus pada perbaikan masyarakat. Mereka kemudian menanamkan pendidikan agama kepada generasi muda. Perang 1967 juga tidak mengubah pemikiran Ikhwanul Muslimin namun sedikit menambah semangatnya. Pada perang Arab Israel 1967 ini syaikh Abdullah Azzam rahimahullah sebagai salah seorang anggota IM Mesir hijrah ke Palestina dan bergabung dengan anggota IM lainnya untuk berjihad melawan Israel.

Kekalahan pada perang 1967 telah membangkitkan pergerakan Islam di sisi lain dan ini berdampak pada perkembangan IM sebagai sebuah pergerakan Islam dari awalnya. Kontak antara IM di Gaza dan di Tepi Barat tetap berlangsung dari tahun 1960-an hingga 70-an walau kedua wilayah tersebut berada di bawah kontrol administrasi Israel.


Syaikh Ahmad Yassin dan Pecahnya Intifadhah Pertama

Pada 1973, syaikh Ahmad Yassin seorang tokoh kharismatik HAMAS di masa depan mendirikan sebuah organisasi bernama Al-Mujamma Al-Islami. Al-Mujamma adalah sebuah organisasi sosial yang bergerak dalam kesehatan, bank darah dan kepemudaan. Organisasi ini juga bergerak dalam hal beasiswa bagi para pemuda Palestina yang ingin melanjutkan studi ke Saudi dan Eropa.

Kedekatan Ahmad Yassin dan IM menciptakan kerja sama yang baik di antara keduanya. Berdirinya Al-Mujamma dan hadirnya Ahmad Yassin adalah solusi kebuntuan pergerakan IM setelah perang Arab-Israel 1967. IM menggunakan Al-Mujamma sebagai momentum untuk memusatkan reorganisasi kepemimpinan di internal IM. Reorganisasi ini membuat IM menjadi lebih bersatu dan kuat dengan bergabungnya IM di Gaza, Yordania dan Palestina menjadi satu bagian.

IM juga mempergunakan Al Mujamma sebagai kerangka kerja intitusional dalam aktivitas vitalnya. Akhirnya, secara efektif seluruh pergerakan Islam yang terafiliasi dengan IM ada di bawah kendali dan berpusat komando pada Al Mujamma. Reorganisasi ini membuat IM di wilayah pendudukan menjadi lebih birokratis dan terpusat, sehingga segala bentuk bimbingan, intruksi dan dukungan dari IM serta pimpinannya berpusat di Yordania.

Sebagaimana komando dari pusat IM Mesir bahwa untuk sementara waktu tidak melakukan konfrontasi bersenjata dengan Israel. Masa-masa tenang ini digunakan untuk kegiatan sosial, pendidikan sembari melakukan perbaikan di internal IM. Hal ini dilakukan untuk menghindari pemblokiran gerakan Islam oleh Israel.

Pergerakan perlawanan IM mulai menggeliat pada periode tahun 1983 hingga 1987 ditandai dengan fase persiapan langsung melawan pendudukan Israel. Hingga akhirnya Hamas terbentuk bersamaan dengan pecahnya Intifadhah pertama pada 8 Desember 1987 di kemah pengungsian Jabalya Gaza yang diawali dengan perundingan antara rakyat Palestina dengan Majelis penguburan korban konflik Palestina-Israel.

Babak baru perjuangan IM di Palestina akan dimulai setelah berdirinya Hamas. Tentu banyak sekali peristiwa heroik yang terjadi saat itu. Simak edisi kedua dari kiprah IM di Palestina pada fase kedua setelah lahirnya Hamas sebagai sayap IM di Palestina. Wallahu a’lam bi shawab. 

Penulis : Dhani El_Ashim

Dipublikasikan pertama di kiblat.net


Rujukan

Da’wah Muqawamah Al-Islamiyah Al-‘Alamiyah karya syaikh Abu Mush’ab As-Suri
Mukhatashar Syahaadati ‘aala jihad fi Al-Jazair karya syaikh Abu Mush’ab As-Suri
Zionisme : Gerakan Menaklukkan Dunia karya Z.A.Maulani
Jom FISIP Volume 1 No.2-Oktober 2014 oleh Iskandar
Jurnal “Ikhwanul Muslimin di Empat Masa Kepresidenan Mesir (1953-2011)” oleh Chalfan Chairil, Sastra Arab UI
Fikrah : Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan Volume 3, No.2, Desember 2015, Dinamika Perjuangan Muslim di Palestina oleh Moh Rosyid, STAIN Kudus, Jateng.
Ziad Abu-Amr, “Hamas: A Historical and Political Backgroud” dalam Journal of Palestine Study, Vol. 22, No. 4 (1993).
Cahyadi Takariawan, “Al-Ikhwan Al-Muslimun : Bersama Mursyid ‘Am Kedua”, Tiga Lentera Utama : Yogyakarta, 2002
Richard Paul Mithcell, “Masyarakat Al-Ikhwan Al-Muslimun : Gerakan Dakwah Al-Ikhwan Di Mata Cendekiawan Barat”, Era Intermedia : Solo, 2005

[islamedia]

0 Response to "Ikhwanul Muslimin dan Kiprahnya dalam Pembebasan Palestina"

Post a Comment

Popular Posts

Archive

Recent

Comments