Islamedia - Mereka berkata, jika Usaid bin Hudhair, Sa’ad bin Mu’adz dan Sa’ad bin Ubadah sudah masuk Islam, apalagi yang kita tunggu?! Mari kita menemui Mush’ab dan menyatakan keislaman kita.” Kata orang, “kebenaran itu terpancar dari setiap kata-katanya”.
Ini adalah kisah seorang pemuda tajir yang hidup dalam kemewahan serta fasilitas lengkap yang diberikan oleh orang tuanya. Ia lahir dan dibesarkan dalam limpahan kenikmatan. Lelaki manja dan selalu dielu elukan oleh ibu dan kerabatnya. Pakaiannya ibarat bunga ditaman, menebarkan aroma wewangian. Tak satupun kekurangan yang ia dapatkan dari kesenangan dunia yang diberikan ibunya kepadanya. Ia hidup serba kecukupan.
Ia adalah anak muda yang masih sangat muda. Namun ia adalah bintang yang selalu dinanti disetiap rapat dan pertemuan. Gayanya yang mempesona serta otaknya yang cerdas menjadi keistimewaan Mush’ab bin Umair yang mampu menyelesaikan banyak persoalan.
Suatu hari, anak muda ini mendengar berita tentang Muhammad yang selama ini dikenal jujur..berita tentang kerasulannya. Mengajak manusia mentauhidkan Allah. Perhatian warga Makkah terpusat pada berita ini. Berita tentang Muhammad saw. Dan agama yang dibawanya. Tak ketinggalan anak muda yang manaj ini pun semakin serius mendengarkan berita ini.
Diantara berita yang didengarnya ialah Rasulullah bersama pengikutnya biasa kumpul ditempat yang jauh dari gangguan orang-orang Quraisy yaitu dibukit Shafa, dirumah Arqam bin Abul Arqam. Ia pun memutuskan untuk segera kesana ke rumah Arqam bin Abul Arqam.
Mush’ab masuk dan duduk disudut ruangan. Dan, disinilah perubahan akan dimulai. Al-Qur’an mulai mengalir dari bibir Rasulullah. Mengalir menembus telinga, merasuk kedalam hati.
Muash’ab terlena, terpesona oleh kalimat-kalimat itu. Dia terbuai, melayang entah kemana. Rasulullah mendekatinya, mengusap dada Mush’ab dengan penuh kasih sayang. Ada kedamaian yang Mush’ab rasakan. Ada ketenangan yang tak pernah ia alami..setenang samudra yang dalam.
Mush’ab pun bersyahadat. Dalam waktu singkat ia menjadi pemuda yang arif dan bijaksana. Jauh melebihi usianya.
Saat Mush’ab masuk Islam, tak ada kekuatan apapun yang ia takuti selain Khunas binti Malik ibunya sendiri. Bahkan seandainya seluruh Makkah, termasuk berhala-berhala, para pembesar dan padang pasirnya berubah menjadi satu kekuatan yang menakutkan yangb hendak menyerang dan menghancurkannya, Mush’ab tidak akan bergeming sedikit pun. Akan tetapi, jika ibunya yang menjadi penghalang, maka itulah rintangan ynag sesungguhnya.
Mush’ab merahasiakan keislamannya sampai Allah memberikan keputusan yang terbaik. Namun dikota Mekkah tak ada rahasia yang tersembunyi. Seorang laki-laki bernama Usman bin Thalhah, pernah melihat Mush’ab memasuki rumah Arqam dengan mengndap-endap. Lalu diwaktu yang lain ia melihat Mush’ab sholat seperti yang dilakukan Rasulullah dan para sahabatnya.
Akhirnya, berita keislaman Mush’ab sampai juga ketelinga ibunya.
Kini Mush’ab tengah dihadapkan pada ibu dan sanak kerabatnya serta para pembesar Makkah. Mush’ab dengan hati mantapnya membacakan ayat-ayat Al-Qur’an. Ketika sang ibu hendak membungkam mulut putranya dengan tamparan keras tiba-tiba tangan yang bergerak cepat itu jatuh terkulai.
Karena rasa keibuannya, ibunda Mush’ab tidak jadi memukulnya dan memikirkan cara lain untuk menghukum putranya. Mush’ab akhirnya dikurung dikamarnya untuk beberapa lama. Sampai akhirnya Mush’ab berhasil meloloskan diri dan hijrah ke Habsyah.
Pada suatu hari ia mengahmpiri ia mengahmpiri kaum Muslimin yang sedang duduk disekeliling Rasulullah saw. Melihat penampilan Mush’ab, mereka menundukan pandangan bahkan ada yang menangis. Mereka melihat Mush’ab memakai jubah yang bertambal tambal. Padahal, masih segar dalam ingatan mereka bagaimana penampilannya sebelum masuk Islam. Pakaiannya ibarat bunga ditaman, menebarkan aroma wewangian.
Adapun Rasulullah, beliau menatapnya dengan pandangan penuh arti, disertai cinta kasih dan syukur dalam hati. Kedua bibirnya tersenyum bahagia dan bersabda,
“Dahulu, tiada yang menandingi Mush’ab dalam mendapatkan kesenangan dari orang tuanya. Lalu semua itu dia tingalkan demi cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya.”
Semenjak ibunya putus asa mengembalikan Mush’ab pada berhala-berhalanya. Ibunya memutus segala pemberian yang biasa ia berikan kepada putranya itu.
Mush’ab meninggalkan kemewahan dan kesenangan yang pernah dialaminya, dan memilih hidup miskin dan kekurangan. Pemuda ganteng dan parlente itu, kini hanya mengenakan pakaian yang sangat kasar, sehari makan dan beberapa hari rela menahan lapar.
Mush’ab diutus Rasulullah ke Madinah
Inilah tugas penting yang Rasulullah embankan kepada Mush’ab. Kepada anak muda yang cerdas dan bijaksana. Sebenarnya banyak para sahabat lain yang usianya jauh lebih dewasa dari Mush’ab, lebih berpengaruh, lebih dekat hubungan kekeluargaannya dengan Rasulullah. Tapi Rasulullah sadar sepenuhnya bahwa beliau tidak akan salah memikulkan tugas itu kepada Mush’ab. Menyerahkan kepadanya masa depan Islam di kota Madinah. Kota yang tak lama lagi akan menjadi kota hijrah, pusat dakwah, tempat berhimpunya penyebar dan pembela Islam.
Saat Mush’ab memasuki kota Madinah, jumlah orang Islam hanya 12 orang. Yaitu, hanya orang-orang yang berbai’at dibukit Aqobah.. hanya dalam waktu beberapa bulan, penduduk Madinah sudah berbondong bondong masuk Islam. Terlebih saat beberapa tokoh menyatakan keislamannya seperti Usaid bin Hudhair, Sa’ad bin Mu’adz dan Sa’ad bin Ubadah. Maka, masuknya ketiga tokoh ini kedalam barisan Islam berarti pintu lebar bagi masuk Islamnya penduduk Madinah.
Mereka berkata, jika Usaid bin Hudhair, Sa’ad bin Mu’adz dan Sa’ad bin Ubadah sudah masuk Islam, apalagi yang kita tunggu?! Mari kita menemui Mush’ab dan menyatakan keislaman kita.” Kata orang, “kebenaran itu terpancar dari setiap kata-katanya”.
Pada tahun haji berikutnya, kaum Muslimin Madinah mengirim rombongan yang mewakili mereka menemui Nabi. Mereka berjumlah 70 orang yang dipimpin oleh guru mereka, oleh duta yang dikirim Nabi pada mereka, yaitu Mush’ab bin Umair.
Demikianlah duta Rasulullah yang pertama telah mencapai hasil yang gemilang tiada tara. Beberapa tahun kemudia Rasulullah beserta sahabtanya hijrah ke Madinah.
Syahidnya Mush’ab bin Umair
Keklahan kaum kafir Quraisy saat perang Badar membuat kebencian mereka semakin dalam pada Rasulullah dan kaum Muslimin. Lalu direncanakanlah balasan untuk menghancurkan kaum Muslimin. Semua balasan itu akan terekam dalam sebuah peristiwa penuh ibroh dan hikmah bagi kaum Muslimin sampai kapan pun. Yaitu Perang Uhud.
Perang yang seharusnya kemenangan sudah di atas angin bagi kaum Muslimin. Kemudia berbalik arah berpihak kepada kaum kafir Quraisy. Hal ini disebabkan ketidak patuhan pasukan berpanah dalam mentaati Rasulullah. Tergiurnya pasukan berpanah pada harta rampasan perang, sehingga mereka berlarian menuruti bukit berlomba merebut harta Ghonimah.
Pada saat itulah, tanpa diduga pasukan berkuda yang dipimpin Khalid bin Walid yang saat itu masih kafir tiba tiba datang dari atas bukit. Yang membuat pasukan Islam kalang kabut.
Kesempatan ini tidak dibiarkan begitu saja oleh pasukan kafir. Melihat barisan kaum Muslimin porak poranda, musuh pun mengarahkan serangan ke Rasulullah. Mush’ab menyadari suasana gawat ini. Maka diacungkannya bendera pasukan setinggi-tingginya. Dengan suara lantang ia bertakbir “ Allahu Akbar”. Ia maju, menerjang, berkelebat kesana kemari mengibaskan pedangnya. Ia ingin mengalihkan serangan musuh yang sedang tertuju kepada Rasulullah saw. Ia menyerang sendiri, namun terlihat seperti satu pasukan tentara. Satu tangannya memegang bendera pasukan yang harus terus berkibar dan tangan satunya lagi menebaskan pedang dengan matanya yang tajam. Jumlah musuh yang dihadapi Mush’ab semakin banyak. Mereka ingin menginjak-injak mayatnya untuk mencapai Rasulullah.
Sekarang, marilah kita dengarkan apa yang diceritakan oleh saksi mata. Bagaimana saat saat terakhir sebelum Mush’ab bin Umair gugur sebagai syahid.
Ibnu Sa’d menyebutkan bahwa Ibrahim bin Muhammad bin Syurahbil berkata, “Ayahku pernah bercerita begini, Mush’abbin Umair adalah pembawa bendera pasukan di perang Uhud. Tatkala pasukan Kaum Muslimin porak poranda, Mush’ab tetap gigih berperang. Seorang tentara berkuda musuh, Ibnu Qoimiah, menyerangnya dan berhasil menebas tangan kanannya hingga putus. Mush’ab mengucapkan, “Muhammad tiada lain hanyalah seorang Rasul, yang sebelumnya telah didahului oleh para Rasul.”
Lalu, bendera itu ia ambil dengan tangan kirinyadan ia kibarkan. Musuh pun menebas tangan kirinya hingga putus. Mush’ab membungkuk keraah bendera pasukan, lalu dengan kedua pangkal pahanya ia mendekap dan mengibarkan bendera itu, sambil mengucapkan “Muhammad tiada lain hanyalah seorang Rasul, yang sebelumnya telah didahului oleh para Rasul.”
Orang berkuda itu menyerangnya lagi dengan tombak, menghujamkannya ke dada Mush’ab. Mush’ab pun gugur, dan bendera pun jatuh.”
Setelah pertempuran usai, jasad pahlawan gagah berani ini ditemukan terbaring dengan wajah menelungkup ke tanah digenangi darahnya yang suci. Seolah olah tubuh yang telah kaku itu takut menyaksikan bila Rasulullah ditimpa musibah. Karena itu, ia menyembunyikan wajahnya agar tidak melihat peristiwa yang ditakutinya itu. Atau, ia merasa malu karena telah gugur sebelum bisa memastikan keselamatan Rasulullah.
Rasulullah bersama para sahabat mengitari setiap sudut medan pertempuran untuk menyampaikan salam perpisahan kepada para syuhada. Ketika sampai ditempat terbaringnya Mush’ab, bercucurlah air mata beliau dengan deras.
Khabbab bin Arat menceritakan, “Bersama Rasulullah kami hijrah dijalan Allah, untuk mengharap ridho-Nya. Pasti kita mendapat ganjaran disisi Allah. Diantara kami ada yang lebih dulu meninggal dunia, dan belum menikmati pahalanya di dunia ini sedikit pun. Mush’ab bin Umair adalah satu dari mereka. Ia gugur di Perang Uhud. Tidak ada yang bisa dipakai unutk mengkafaninya kecuali sehelai kain. Jika ditutupkan mulai dari kepalanya, kedua kakinya kelihatan. Jika ditutupkan mulai dari kakinya, kepalanya kelihatan. Maka, Rasulullah bersabda, “Tutupkanlah kebagian kepalanya, dan tutupilah kakinya dengan rumput idzkhir”
ada kesedihan dimata Rasulullah saw ketika melihat kain yang dipergunakan mengkafani Mush’ab. Beliau bersabda, “ketika di Mekkah dulu, tak seorang pun yang lebih halus pakaiannya dan lebih rapi rambutnya daripada kamu. Tetapi sekarang ini, rambutmu kusut, hanya dibalut sehelai burdah.”
Wahai Mush’ab cukuplah bagimu Sang Penyayang. Namamu akan selalu dikenang.
Ucapan salam untukmu wahai Mush’ab.
Abu Rafah bin Nisan
0 Response to "Mus’ab bin Umair (Duta Islam Yang Pertama)"
Post a Comment