Islamedia - “Politik Etik yang dilakukan oleh penjajah Belanda di Indonesia pada awal abad ke-19 bukan politik balas budi kepada rakyat yang telah dijajahnya ketika itu. Tujuan utama sesungguhnya adalah membentuk identitas suku-suku di Indonesia sesuai yang diinginkan penjajah, sekaligus membawa misi kristenisasi,” ungkap Beggy Rizkiyansyah mengawali kuliah yang disampaikannya pada pertemuan ke-6 semester 2 Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Bandung, Sabtu (14/10).
Perkuliahan yang diadakan di D’Best Sofia Hotel, Jl.Tengku Angkasa No.27 Bandung ini dimulai dengan pembukaan oleh Yogi Gustaman yang bertindak sebagai moderator. Dilanjutkan dengan pemaparan materi bertema “Nativisasi”.
“Contoh nativisasi adalah ketika Belanda membentuk identitas orang Bali. Mereka secara intensif memprovokasi orang-orang Bali supaya mempertahankan sistim kasta dalam Hindu, jika tidak agama Hindu Bali akan hancur dan oleh karena itu harus dilindungi dari dunia luar termasuk agama Islam, karena agama Islam mengajarkan kesetaraan diantara sesama manusia dan akan menghapus budaya kasta,” ujar Beggy Rizkiyansyah yang alumni Institut Kesenian Jakarta (IKJ) itu.
Dalam paparannya, Beggy Rizkiyansyah yang aktif sebagai pegiat komunitas budaya ini menguraikan tentang beberapa contoh kasus pembentukan identitas budaya yang dilakukan kolonial pada awal abad ke-19 terhadap suku Batak, suku Minahasa, suku Sunda, Suku Bali dan suku Jawa.
“Meskipun Walisongo sudah mulai menyebarkan Islam di Pulau Jawa pada abad ke-14 namun karena Belanda baru melakukan pembentukan identitas terhadap suku-suku di Indonesia pada abad ke-19 maka proses kristenisasi yang dilakukan kolonial di Jawa berlangsung tanpa hambatan, “ ujar Beggy Rizkiyansyah menjawab pertanyaan Ibu Maya, salah satu peserta pertemuan.
Usai pertemuan, Ida Ayu Arofah, salah satu peserta kuliah, menceritkan sekelumit kesan-kesannya setelah mengikuti pemaparan kali ini. “Sungguh luar biasa materi yang disampaikan oleh Ustadz Beggy tentang nativisasi terhadap suku-suku di Indonesia di zaman kolonial. Karena ternyata identitas khas yang menjadi kebanggaan suku-suku di Indonesia sekarang ini tak lepas dari hasil bentukan politik budaya kolonial. Hal ini tidak pernah terungkap dalam pelajaran Sejarah yang pernah kita pelajari di sekolah dari SD hingga SMA,” jawab Ida dengan antusias.” [islamedia/supriadi/abe]
Perkuliahan yang diadakan di D’Best Sofia Hotel, Jl.Tengku Angkasa No.27 Bandung ini dimulai dengan pembukaan oleh Yogi Gustaman yang bertindak sebagai moderator. Dilanjutkan dengan pemaparan materi bertema “Nativisasi”.
“Contoh nativisasi adalah ketika Belanda membentuk identitas orang Bali. Mereka secara intensif memprovokasi orang-orang Bali supaya mempertahankan sistim kasta dalam Hindu, jika tidak agama Hindu Bali akan hancur dan oleh karena itu harus dilindungi dari dunia luar termasuk agama Islam, karena agama Islam mengajarkan kesetaraan diantara sesama manusia dan akan menghapus budaya kasta,” ujar Beggy Rizkiyansyah yang alumni Institut Kesenian Jakarta (IKJ) itu.
Dalam paparannya, Beggy Rizkiyansyah yang aktif sebagai pegiat komunitas budaya ini menguraikan tentang beberapa contoh kasus pembentukan identitas budaya yang dilakukan kolonial pada awal abad ke-19 terhadap suku Batak, suku Minahasa, suku Sunda, Suku Bali dan suku Jawa.
“Meskipun Walisongo sudah mulai menyebarkan Islam di Pulau Jawa pada abad ke-14 namun karena Belanda baru melakukan pembentukan identitas terhadap suku-suku di Indonesia pada abad ke-19 maka proses kristenisasi yang dilakukan kolonial di Jawa berlangsung tanpa hambatan, “ ujar Beggy Rizkiyansyah menjawab pertanyaan Ibu Maya, salah satu peserta pertemuan.
Usai pertemuan, Ida Ayu Arofah, salah satu peserta kuliah, menceritkan sekelumit kesan-kesannya setelah mengikuti pemaparan kali ini. “Sungguh luar biasa materi yang disampaikan oleh Ustadz Beggy tentang nativisasi terhadap suku-suku di Indonesia di zaman kolonial. Karena ternyata identitas khas yang menjadi kebanggaan suku-suku di Indonesia sekarang ini tak lepas dari hasil bentukan politik budaya kolonial. Hal ini tidak pernah terungkap dalam pelajaran Sejarah yang pernah kita pelajari di sekolah dari SD hingga SMA,” jawab Ida dengan antusias.” [islamedia/supriadi/abe]
0 Response to "Fanatisme Kesukuan Itu Ternyata Bentukan Belanda"
Post a Comment